Salah satu artikel dalam Suara Merdeka yang berjudul “’Empat Mata’ dalam Kognisi Masyarakat” terbit hari Selasa 24 April (halaman 6) menulis tentang betapa kurang kerjaannya manusia (termasuk aku yang hobby blogging ini LOL) sehingga berusaha mencari-cari celah untuk menandai kekurangan orang lain. Well, at least, this is what I was thinking when reading that article. LOL.
Sekelompok orang yang menamakan diri wakil KPID (singkatan dari apa ya? LOL. Mungkin Komisi Penyiaran Indonesia Daerah? LOL.) datang bersilaturrahmi dengan Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah untuk membicarakan masalah peran publik dalam mengatur penyiaran. Ada dua hal utama yang dirasa sangat mengganggu. Pertama, ungkapan salam persahabatan yang menggunakan adegan ciuman pipi. Yang kedua hal kesopanan dan kepantasan dalam menggunakan kata-kata yang dipakai host. Berdasarkan pengamatan MUI, banyak kata-kata yang berkesan menjurus dan memiliki makna mesum, cabul, dan vulgar.
Komisi Fatwa MUI Jateng mengharapkan dihapuskannya adegan ciuman sebagai ucapan selamat datang kepada bintang tamu, karena dikhawatirkan adegan tersebut akan menggugah birahi yang menonton. Serta bagi para bintang tamu maupun tokoh pendamping agar memakai pakaian yang tidak minimalis.
Wah, jadi ingat RUU APP deh. Kalau RUU yang menunjukkan ketidakcerdasan si pembuat ini jadi disahkan, mungkinkah Tukul—dan beberapa bintang tamunya—akan dikenai hukuman pidana karena telah menunjukkan pornoaksi? Padahal kalau tidak salah jam tayang “Empat Mata” bisa dimasukkan malam hari, dimana anak-anak diharapkan telah tidur? Salahkan saja orang tua anak-anak yang membiarkan anak-anak yang masih di bawah umur belum tidur pada jam itu dan ikut menonton “Empat Mata”.
PT56 13.05 240407
No comments:
Post a Comment