To anybody who has read my posts, especially on this pornography bill in Indonesia. Especially to those who have given comments. Well, I intentionally don't publish some of the comments. :) As Rendra said, yes, that is absolutely my right to reject or to publish those comments. :D
Before I go on saying something on this bill, I want to quote something, from my friend's post at http://yogini.blog.ca
One day a young Buddhist on his journey home, came to the banks of a wide river. Staring hopelessly at the great obstacle in front of him, he pondered for hours on just how to cross such a wide barrier. Just as he was about to give up his pursuit to continue his journey he saw a great teacher on the other side of the river.
The young Buddhist yells over to the teacher, "Oh wise one, can you tell me how to get to the other side of this river?"
The teacher ponders for a moment looks up and down the river and yells back, "My son, you are on the other side".
There is always possibility for people to view the same thing from two different perspectives, or perhaps more than just two perspectives. The up-to-date case in Indonesia, for me, is the argument about pro and contra of pornography bill. The two parties absolutely use contradictory perspectives that make them in the two different railway that will never make them meet.
For Rendra, especially, who said that "aku memutarbalikkan fakta", I also can say that you are the one who said that. Why is that?
Absolutely we have different experience in this life, we read different books, we listen to different people, and that makes us have contradictory way of thinking.
Kita bisa memandang satu hal yang sama dari dua perspektif yang berbeda. Satu gelas yang berisi air setengahnya, seorang optimis mengatakan, "Gelas ini setengah penuh," sedangkan seorang pesimis mengatakan, "Helas ini setengah kosong."
Menurutku, dua kubu yang berseteru antara pro dan kontra ini, seperti berada di dua rel yang berbeda, sampai di mana pun dua rel ini tidak akan pernah bertemu. Dan aku yakin, seperti yang telah kutulis di atas, yang pro RUU APP telah mengalami hal-hal tertentu, mendapatkan "indoktrinasi" yang tentu berbeda dari mereka yang kontra, mendengarkan orang-orang yang menurut pendapat mereka berkompeten pada hidangnya, yang tentu berbeda dari mereka yang kontra. Benar-benar berbeda.
Meskipun begitu, perlu aku tambahkan, aku bersekolah di Madrasah, sekolah Muslim. Aku didoktrin seperti yang telah kutulis di "RUU APP?" Aku sekarang memandang doktrin-doktrin yang kuterima ketika bersekolah dulu sebagai suatu anggapan bahwa perempuan adalah objek seksual (lihat saja, perempuan dianggap sama dengan HARTA, dan TAHTA yang akan menyeret laki-laki ke neraka) sehingga untuk itu perempuan HARUS DIPENJARAKAN DIBALIK HIJAB MEREKA, agar tidak menggoda laki-laki. (Padahal laki-lakilah yang tidak mampu menahan nafsu mereka, bukan karena perempuan adalah pihak penggoda).
FYI, buku-buku yang kuacu adalah buku-buku feminis yang terutama ditulis oleh para feminis Islam, seperti Nawal El-Sadawi, Riffat Hassan, Fatima Mernissi, Amina Wadud, Nasaruddin Umar, dll.
Kata Fatima Mernissi, "jika hak-hak perempuan Muslim menjadi masalah bagi sekelompok pria Muslim, hal ini bukanlah disebabkan oleh Al-Quran maupun Islam itu sendiri, melainkan karena interpretasi yang berbeda menghasilkan interpretasi yang bertentangan dengan kepentingan kaum elit laki-laki."
Hal ini juga diilustrasikan oleh Amina Wadud dalam bukunya yang berjudul "Alquran Menurut Perempuan". Tatkala kaum perempuan menginterpretasikan Alquran, tentu akan menghasilkan interpretasi yang berbeda karena laki-laki dan perempuan mengalami hal-hal yang berbeda dalam hidup ini. Kebetulan selama berabad-abad perempuan 'dibungkam' untuk hanya menjadi pendengar, pembaca, dan bukan pembicara maupun penulis. Ketika perempuan pun menjadi pembicara dan penulis, sekaligus penafsir Alquran, hasilnya akan berbeda.
Aku menganalogikan hal ini dengan kedua pihak yang pro dan kontra RUU APP. Kita berada di dua rel yang berbeda, karena pengalaman hidup kita yang berbeda.
No comments:
Post a Comment